Secara etimologis, kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa yunani,
yaitu curir yang artinya
“pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu”. Jadi istilah kurikulum
barasal dari dunia olah raga pada zaman romawi kuno di yunani, yang mengandung
pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai
garis finish (Nasution, tanpa tahun). Kemudian istilah kurikulum digunakan
dalam dunia pendidikan dimana seorang peserta didik harus menempuh sesuatu
untuk mencapai suatu tingkatan yang lebih tinggi. Pada pasal 1 ayat (19)
Undang-Undang R.I No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan
bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Dalam pengembangan Kurikulum tentu
memiliki landasan yang merupakan tempat dimana kurikulum tersebut berpijak.
Adapun yang menjadi landasan dalam pengembangan kurikulum diantaranya adalah:
pertama landasan yuridis, yang dimaksud dengan landasan yuridis adalah landasan
hukum yakni UUD NRI Tahun 1945, Undang-Undang R.I No. 20 Tahun 2013 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah R.I No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, ketiga undang-undang inilah yang mengamanatkan
untuk perlunya membuat kurikulum. Kedua landasan
filosofis, yang mengetengahkan
bahwa kurikulum harus digali melalui pendidikan yang berakar dari budaya
bangsa. Ketiga landasan teoritis, yaitu
kurikulum harus berdasarkan pada teori pendidikan. Keempat landasan empiris bahwa kurikulum harus melihat Realitas sosial
dalam pendidikan.
Kurikulum 2013 merupakan salah-satu
produk pemerintah di abab ke-21 ini, yang berperan sebagai strategi pembangunan
pendidikan nasional di Indonesia. Jika dikomparasikan dengan pelbagai kurikulum
yang pernah berlaku di Indonesia tentu saja terdapat perbedaan yang cukup
signifikan sebab asumsi utama dalam melakukan perubahan terhadap kurikulum
adalah kesiapan peserta didik dan kebutuhan masyarakat yang kian mendesak. Oleh
karena itu, Kondisi pendidikan pada masa orde lama akan jelas berbeda dengan
kondisi pendidikan pada masa orde baru begitu pula pada era reformasi sekarang
ini yang membutuhkan pembaharuan dipelbagai aspek.
Ditinjau dari aspek pengembangan ketiga
kurikulum yang telah diimplementasikan diabab ke-21 ini, maka pengembangan
masing-masing kurikulum tersebut memiliki batasan-batasan tersendiri. Jika Kurikulum
Barbasis Kompetensi (KBK) 2003 misalnya yang hanya dapat dikembangkan sampai
pada silabus pembelajaran saja, sementara Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
2006 yang dikembangkan sampai pada kompetensi dasar maka Kurikulum 2013 lebih
dikembangkan hingga mencakup buku teks dan buku pedoman guru, jadi nantinya
dalam proses belajar-mengajar dikelas guru tidak lagi membuat silabus
pembelajaran. Kelebihan dalam pengembangan tersebut adalah untuk mencegah
terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam buku teks siswa seperti halnya
cerita kontroversional ‘Bang Maman dari Kali Pasir’ yang terdapat pada Lembar
Kerja Siswa (LKS) kelas 2 SD. Sedangkan kekurangan dalam pengembangan kurikulum
tersebut adalah mengurangi peran keterlibatan guru, sehingga guru cenderung
bersifat pasif dan seolah-olah hanya dijadikan objek oleh pemerintah semata.
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang
terintegrasi dimana semua mata pelajaran berkontribusi dalam pembentukan sikap
peseta didik sementara KBK dan KTSP memisahkan secara tegas mata pelajaran yang
berkontribusi dalam pembentukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Oleh
sebab itu Standar kompetensi Mata palajaran yang terdapat pada kurikulum sebelumnya
terpisah satu sama lain sementara kurikulum 2013 diikat oleh kompetensi inti
yang penuh dengan pemaknaan. Sehingga penilaian terhadap peserta didik tidak
hanya sebatas hal pengetahuan semata, tetapi sikap maupun keterampilan peserta
didik masuk dalam kategori penilaian. jika ada seorang peserta didik yang
begitu cerdas namun sikap dan perilakunya amoral maka ia tidak layak naik
kelas.
Dari sudut pandang transdisciplinarity pengotakan konten tidak begitu memberikan
kuntungan berfikir peserta didik (Dekumen kurikulum 2013, hlm. 14). Pengotakan konten
tidak tepat pada jenjang pendidikan dasar tetapi sangat relevan bila pengotakan
tersebut pada jenjang pendidikan SMP dan
SMA/ sederajat, sebab penekanan minat dan disiplin ilmu sangatlah urgen pada kedua
jenjang pendidikan tersebut sehingga menghasilkan peserta didik yang profesional
dibidangnya.
Jika kita eksplorasi sturuktur kurikulum
2013 pada masing-masing jenjang pendidikan maka kita akan temukan
perubahan-perubahan itu. Pada jenjang Pendidikan Dasar misalnya yang secara
garis besar mata pelajaran terbagi menjadi dua kelompok yaitu Kelompok A dan Kelompok
B. Kelompok A berupa mata pelajaran yang memberikan orientasi kompetensi lebih
kepada aspek intelektual dan afektif sedangkan kelompok B adalah mata pelajaran
yang lebih menekankan pada aspek afektif dan psikomotorik (Dokumen Kurikulum
2013, hlm. 15). Kerena penekanan kurikulum 2013 terhadap aspek afektif yang
meliputi kedua kelompok tersebut maka jam pelajaran masing-masing kelas
bertambah 10-15%. Penambahan tersebut kurang bijak karena tidak memperhatikan kondisi
psikologis peserta didik yang beranekaragam sebab kita ketahui ada beberapa
peserta didik yang betah lama belajar,
ada yang sedang, dan ada pula yang tidak tahan jika belajar terlalu lama. Selanjutnya
Pada mata pelajaran pengembangan diri
dihapuskan sedangkan mata pelajaran muatan lokal diintegrasikan melalui mata
pelajaran seni budaya dan mata pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan
maka secara keseluruhan jumlah mata pelajaran sebanyak 8 yang sebelumnya
berjumlah 10.
Selain dari pada itu mata pelajaran IPA
dan IPS mengalami nasib yang sama. Kedua mata pelajaran tersebut dihapuskan
dengan asumsi bahwa mata pelajaran IPA dan IPS diintegrasikan melalui mata
pelajaran PPKn, bahasa Indonesia, dan Matematika. Menurut dewan pendidikan DIY,
Prof. buchori yang menyatakan integrasi pelajaran IPA dan IPS kurikulum sekolah dasar harus memperhatikan
kesesuaiannya dari sisi rumpun pelajaran. Ia mencontohkan IPA lebih cocok
diitegrasikan ke pelajaran Matematika sementara IPS cocok diintegrasikan ke
mata pelajaran PPKn. Skema seperti ini memudahkan guru ketimbang mewajibkan
integrasi pada semua mata pelajaran. IPA atau IPS tentu susah diintegrasikan ke
mata pelajaran bahasa Indonesia karena beda rumpun keilmuan (Setetes Hikmah, Saptu, 06/04/2013). Jika
demikian seperti yang dinyatakan buchori maka pada mata pelajaran bahasa
Indonesia dengan penambahan jam ajar yang begitu besar harus dilakukan
pengurangan sebab mata pelajaran tersebut hanya dibebankan dua aspek saja yakni
aspek moralitas dan disiplin ilmu tetap, sementara pada mata pelajaran PPKn dan
Matematika dibebankan tiga aspek yaitu aspek moralitas, disiplin ilmu tetap,
dan pengintegrasian IPA maupun IPS.
Kurikulum 2013 tidak luput dari
penyimpangan-penyimpangan seperti halnya amanat yang telah diberikan pada
Undang-undang R.I No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
pasal 37 ayat (1) yang menegaskan bahwa kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah
wajib memuat: Pendidikan agama, Pendidikan kewarganegaraan, Bahasa, Matematika,
IPA, IPS, Seni budaya, Pendidikan jasmani dan olahraga, Keterampilan/ kejuruan,
Muatan lokal. Jika kita cermati undang-undang R.I No. 20 tahun 2003 tersebut maka
undang-undang tersebut menghendaki pemisahan bukan pengintegrasian mata
pelajaran IPA, IPS, Keterampilan/ kejujuran, maupun mata pelajaran muatan lokal.
Oleh sebab itu, kurikulum 2013 memungkinkan untuk dilakukannya judicial review apalagi kurikulum 2013
ini dibuat oleh Mentri Pendidikan dan Kebudayaan yang secara hirarkis dalam
peraturan perundang-undangan kedudukannya lebih rendah dibanding Undang-undang
R.I No. 20 tahun 2013 sehingga berlaku asas
lex superior derogat legi inferiori. Untuk menghindari kesia-sian pembuatan
kurikulum 2013 terdapat beberapa opsi: pertama, memperbaharui Undang-undang R.I
No. 20 tahun 2003 dan Permen R.I No. 19 Tahun 2005 yang dinilai bertentangan
dengan kurikulum 2013. Kedua, kerikulum 2013 dikeluarkan dalam bentuk perpu
yang kedudukannya sederajat dengan undang-undang.
Tidak jauh berbeda dengan perubahan
struktur kurikulum pada jenjang pendidikan dasar. hal yang sama juga terjadi pada
struktur kulikulum SMP/ MTs yaitu penghapusan beberapa mata pelajaran sehingga
jumlah keseluruhan mata pelajaran sebanyak 10 yang tadinya berjumlah 13. Adapun
mata pelajaran yang dihapuskan adalah muatan lokal dan pengembangan diri yang
telah diintegrasikan kedalam beberapa mata pelajaran lainnya. Yang sangat fatal
adalah penghapusan mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Penghapusan tersebut dapat mengakibatkan para pelajar Indonesia akan mengalami
ketertinggalan IPTEK, dan/ atau bangsa Indonesia akan menuju kearah bentuk
penjajahan baru. Oleh karena dalam konteks kekinian eksploitasi dan eksplorasi
sumber daya alam Indonesia hanya dapat dilakukan secara efektif dengan
menggunakan instrumen teknologi informasi sehingga perlunya penguasaan IPTEK
sejak dini.
Perubahan yang paling besar terdapat
pada struktur kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA), mulai dari penghapusan
mata pelajaran TIK, penambahan jam belajar, sampai dengan perubahan kata jurusan
menjadi kata minat. Sacara komprehensif mata
pelajaran terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok mata pelajaran
wajib dan kelompok mata pelajaran pilihan. Mata pelajaran wajib terdiri dari 9
mata pelajaran dengan beban belajar 18 jam/ minggu sementara untuk mata
pelajaran pilihan terdiri dari 4 mata
pelajaran pada setiap masing-masing sub kelompok minat dengan beban belajar 48
jam/ minggu. Adapun penambahan lainnya adalah dimasukkannya mata pelajaran
pilihan pendalaman minat atau lintas minat. Pada mata pelajaran tersebut
tidaklah penting sebab peserta didik terkesan rakus dalam hal mendapatkan
pengatahuan. Yang kita butuhkan sekarang ini adalah peserta didik yang
betul-betul memahami bidang keilmuannya walaupun sedikit yang dipelajari tetapi
dalam dan tuntas, bukan peserta didik yang rakus sehingga pemahamannya tidak
tuntas.
Pembaharuan kurikulum adalah sesuatu hal
yang sangat perlu demi memajukan pendidikan Indonesia walaupun di dalam
kurikulum 2013 masih terdapat banyak kekurangan, namun bukanlah manjadi suatu
alasan untuk berdiam diri. Sebab masa depan pendidikan Indonesia tentu saja ada
ditangan kita masing-masing.
Komentar
Posting Komentar